Pada tanggal 5 sampai 21 November 2021 kemarin, Museum of Toys (MOT) mengadakan event seru Evolve #1 Art & Music bersama Ashta District 8 di bilangan SCBD, Jakarta. Pada event ini sendiri MOT berkolaborasi dengan lebih dari 300 artisan lokal serta tujuh artisan internasional yang didominasi oleh artisan asal Spanyol untuk memperlihatkan hasil karya mereka yang dituangkan kedalam figure Muka Tembok yang di-design oleh Brain Sack. Selain memamerkan figure custom Muka Tembok dari para artisan, MOT juga menyiapkan satu booth untuk 10 artisan lokal mengadakan showcase, dimana pada showcase ini para artisan yang berpartisipasi dapat menunjukan karya original mereka.

Eka Aprizal, atau yang lebih dikenal dengan Buataneka pun ikut berpartisipasi dalam showcase MOT x Ashta pada 21 November kemarin. Disana ia memamerkan figure Si Manyun buatannya yang sudah di-custom ala karakter-karakter terkenal dalam negeri, seperti, Saras 008, Jin & Jun, Si Buta dari Goa Hantu dan juga figure Blank Si Manyun hasil kerjasama dengan KulturLab yang akan dirilis pada Desember mendatang.

Baca juga: https://subkultur.id/mainankoleksi/citra-pop-culture-lokal-pada-mainan-si-manyun-buataneka/
Wawancara bersama founder Museum of Toys

Selain hadir untuk meliput keseruan event MOT x Ashta, tim Subkultur juga berkesempatan untuk mewawancarai langsung sang founder dari Museum of Toys, Win Satrya, untuk bertanya-tanya sedikit tentang acara ini. SImak wawancara eksklusif Subkultur bersama Win Satrya di bawah ini!
Apa yang memotivasi Om Win dan MOT membuat acara ini?
Saya dan tim MOT ingin memperkenalkan artisan-artisan Indonesia yang luar biasa, karena belum semua artisan dapat terekspos dengan baik, jadi sebisa mungkin Museum of Toys membuat panggung untuk para artisan memamerkan karyanya, makanya kali ini kolektif dan banyak sekali artisan yang terlibat.
Bagaimana persiapan event ini sendiri? Apa ada kendala dari para artisan?
Pastinya sedikit susah, karena setiap hari kita diketok oleh para artisan untuk memajang 365 karya mereka. Tapi, amazingly, para artisan sangat kooperatif dan tidak ada yang susah untuk diberi arahan mengenai karyanya, mereka sudah sangat luar biasa menunjukan karyanya lewat Muka Tembok ini sendiri. Jadi dari para peserta yang membantu kami dengan memudahkan, seperti yang tadi saya bilang, sangat kooperatif, dibandingkan dengan event pertama yang pernah kamu buat, yang harus kita arahkan untuk begini-begitu, mereka sekarang lebih mengerti apa yang harus dilakukan. Dan jangan lupa, ada tujuh artisan dari Spanyol yang kita kumpulkan dalam satu meja tersendiri. Tujuh artisan Spanyol ini yang mengirim dua sampai tiga karyanya untuk acara ini.
Boleh ceritakan sedikit tentang si Muka Tembok? Dari segi makna figure-nya sendiri dan produksi?
Muka Tembok sendiri adalah karya IP dari Brain Sack, terdiri dari Ronny, Comolo dan Crack, yang memiliki makna banyak sekali, seperti, di era modern sekarang, kalian harus bermuka tembok jika ingin sukses dan maju ke depan, karena success belongs to the bold, sekaligus merubah konotasi muka tembok yang negatif menjadi positif. Perjalanan MOT menemukan Muka Tembok, waktu itu di tahun 2019, saya dan tim MOT melihat mereka membuat model Muka Tembok pertama dari resin dan berukuran kecil. Saya melihat potensi dari mainan ini jika dibawa ke nationwide, dengan ukuran lebih besar, berbahan dasar vinyl, ini bisa me-represent Indonesia, jadi visi kita dari awal seperti itu ketika mereka bikin yang versi pertama. Waktu itu mereka hanya membuat lima buah, dan saya beserta tim MOT ajak untuk bekerjasama dan memperbanyak lalu kita jadikan platform untuk artisan Indonesia lainnya berkarya, dan Brain Sack sangat excited. Untuk produksi Muka Tembok, kita memproduksi sendiri di pabrik milik MOT dan menjadi figure berbahan vinyl pertama di Indonesia, dan jika kalian melihat pada telapak kaki Muka Tembok, ada tulisan ‘Proudly Made in Indonesia’. Secara, MOT bukan hanya ingin membuat brand, kami juga ingin memproduksi dan membuat ekosistem, mengedukasi para artisan, sampai kita mengedukasi para publik yang notabene adalah penikmat seni mainan juga. Jadi dari A-Z kita pikirkan semuanya, bukan hanya untuk pameran seperti di Ashta ini dan penjualannya. Dan pesan saya untuk para artisan juga, kita harus tetap maju dan kita tidak bisa jalan sendiri, maka dari itu kita harus jalan bersama-sama. There’s no such things as competitors, just partners.
“Success belongs to the bold, and there’s no such things as competitors, just partners.”
-Win Satrya, Founder of Museum of Toys.
Apakah Muka Tembok akan menjadi figure mass-production yang lebih terjangkau agar bisa dibeli semua kalangan?
Tentu saja itu menjadi salah satu dari goals kita ya, karena mainan itu kan harus bisa dinikmati oleh semua kalangan masyarakat, karena kita sekarang membuatnya sedikit dan otomatis membuat biaya produksi jadi lebih mahal, tapi dengan kita memperkenalkan ini, lama kelamaan orang semakin aware dengan kehadiran Muka Tembok ini dan secara tidak langsung akan membuat pasarnya sendiri. Jadi kita harus membuat pasarnya terlebih dahulu, membesarkan namanya, dan nantinya kita akan dapat membuat lebih banyak yang membuat mainan Muka Tembok menjadi lebih murah kedepannya.
Itu tadi keseruan acara MOT x Ashta District 8 yang dihelat pada 5 sampai 21 November kemarin dan wawancara eksklusif Subkultur bersama sang founder dari MOT, Win Satrya. Banyak sekali insight yang kami dapatkan dari perbincangan bersama Om Win Satrya, dari mulai pesannya untuk para pegiat seni, hingga semangatnya untuk memberikan wadah bagi para artisan tersebut. Terima kasih untuk tim MOT dan Ashta yang telah mengundang Subkultur, sampai jumpa di event selanjutnya!